Selama berbulan-bulan Pakubuwana IX menjalani puasa atau tapa brata berharap anaknya tidak lahir perempuan. Akhirnya, KRAy. Kustiyah melahirkan Sayiddin Malikul Kusno. Pakubuwana IX dengan bangga menuduh ramalan Ranggawarsita meleset. Ranggawarsita menjelaskan bahwa istilah hayu bukan berarti ayu atau "cantik", tetapi singkatan dari rahayu, yang berarti "selamat". Mendengar jawaban Ranggawarsita ini, Pakubuwana IX merasa dipermainkan, karena selama berbulan-bulan ia terpaksa menjalani puasa berat. Ketidakharmonisan hubungan Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita sebenarnya dipicu oleh fitnah pihak Belanda yang sengaja mengadu domba keturunan Pakubuwana VI dengan keluarga Yasadipura. Pakubuwana X meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 1939. Ia disebut sebagai Sinuhun Wicaksana atau raja besar dan bijaksana. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya, GRM. Antasena (KGPH. Hangabehi), yang kemudian bergelar Pakubuwana XI. Pakubuwana X mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia pada tahun 2011 atas jasa-jasanya dalam mendukung usaha organisasi pergerakan nasional.
Sayiddin Malikul Kusno naik tahta sebagai Pakubuwana X pada tanggal 30 Maret 1893 menggantikan ayahnya yang meninggal dua minggu sebelumnya. Pakubuwana X memiliki dua permaisuri, yang pertama merupakan GKR. Pakubuwana, putri KGPAA. Mangkunegara IV, dan yang kedua merupakan GKR. Hemas, putri dari Sultan Hamengkubuwana VII. Dari dua permaisurinya Pakubuwana X tidak memiliki putra laki-laki, pernikahannya dengan GKR. Hemas ia hanya dikaruniai seorang putri yang bernama GRAj. Sekar Kedaton yang kelak bergelar GKR. Pembayun. Selama pemerintahannya yang panjang, dalam menghadapi 10 orang gubernur jenderal dan 13 residen secara silih berganti, Pakubuwana X bisa menjauhkan pertentangan yang serius, bahkan tampil seolah sebagai sahabat pemerintah Hindia Belanda. Tetapi kewibawaannya sebagai raja Jawa di mata rakyat semakin meningkat. Loyatitasnya kepada Hindia Belanda memang tidak meragukan Kontrak Politik yang ditandatanganinya ketika naik tahta sebagai Susuhunan pada tahun 1893. Pakubuwana X sadar sebagai cucu Pakubuwana VI yang pada tahun 1831 dibuang Belanda ke Ambon, ia merasa harus meneruskan usaha pendahulunya dalam mengusir penjajah.
Demi mendukung dan membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat (Jawa), Pakubuwana X terus mengadakan perjalanan ke daerah-daerah. Belanda keberatan, dengan alasan biaya. Padahal, sebenarnya Belanda hendak membatasi ketenaran Pakubuwana X. Sekalipun perjalanan itu bersifat incognito, tetapi Pakubuwana X selalu mengesankan di mata rakyat sebagai Kaisar Tanah Jawa. Setelah perjalanannya ke Jawa Barat dan Jawa Timur pada tahun 1922, yang bersamaan dengan meningkatnya semangat radikalisme Budi Utomo, Pakubuwana X tidak mengadakan perjalanan lagi pada tahun 1923. Baru pada tahun berikutnya, ia mengadakan kunjungan besar ke Malang. Penampilannya yang mengalihkan perhatian rakyat disana menyebabkan Gubernur Jenderal Dirk Fock bahkan menyuruh Residen Nieuwenhuys mempersilahkan Pakubuwana X untuk segera pulang. Alasannya, persyaratan incognito telah dilanggar. Setelah Nieuwenhuys pindah dari Surakarta, Pakubuwana X mengadakan perjalanan lagi pada tahun 1927. Diiringi 44 orang bangsawan dan abdi dalem, ia mengadakan kunjungan ke Gresik, Surabaya, dan Bangkalan selama seminggu. Jumlah pengiringnya kala itu bahkan mencapai tiga kali lipat dari jumlah dalam persyaratan yang dibuat oleh Belanda.
Comments