Orang bisa kena psikosomatik saat wabah Corona, ini penjelasannya

Kepo Stories

Ragam / Kepo Stories

Orang bisa kena psikosomatik saat wabah Corona, ini penjelasannya

Orang bisa kena psikosomatik saat wabah Corona, ini penjelasannya

KEPONEWS.COM - Orang bisa kena psikosomatik saat wabah Corona, ini penjelasannya Coronavirus menyerang sistem pernapasan pada manusia. Gejalanya meliputi susah bernapas, demam, dan batuk. Selain itu, ada juga indikasi lainnya seperti hidung beringus, sakit kepala, dan tidak enak b...

Coronavirus menyerang sistem pernapasan pada manusia. Gejalanya meliputi susah bernapas, demam, dan batuk. Selain itu, ada juga indikasi lainnya seperti hidung beringus, sakit kepala, dan tidak enak badan. Jikalau infeksi sudah terlampau parah, bisa juga terjadi bronkitis dan pneumonia parah.

Tapi tunggu dulu, jangan terlalu gegabah memeriksakan diri ke dokter. Bila mempunyai gejala di atas, jangan langsung panik. Bisa saja kamu hanya terkena gejala psikosomatik. Kuncinya merupakan jangan panik, tetap tenang dan tidak gegabah.

Dilansir dari Sciencedirect, Rabu (25/3), psikosomatik merupakan kondisi yang menggambarkan munculnya penyakit fisik karena kondisi mental yang sedang turun atau down.

Kenali gejala psikosomatik saat pandemi coronavirus Pixabay

foto: Pixabay

Gejala ini dianggap wajar terjadi ketika tubuh mengalami kondisi tertentu. Ada penjelasan bagus dari dr Andri, Sp.KJ, FAPM melalui akun Twitter pribadinya @mbahndi. Dia menerangkan gejala-gejala psikosomatik, terlebih ketika pandemi Corona yang semakin mengkhawatirkan seperti saat ini.

"Salah satu yg membuat reaksi ini bisa timbul ialah KECEMASAN kita yang dipicu oleh berita-berita yang terus menerus terkait #COVID19 ini," tulis @mbahndi di salah satu cuitannya pada 22 Maret 2020 lalu.

masa saat ini ketika kita membaca gosip atau cerita wacana gejala virus #corona atau #COVID19 dan tiba2 kita merasa tenggorokan kita agak gatal, nyeri dan merasa agak sedikit meriang walaupun suhu tubuh normal...-ITU WAJAR...-Reaksi psikosomatik tubuh saat ini memang terasa

dr. Andri,SpKJ,FACLP (@mbahndi) March 22, 2020

Menurutnya, Amygdala atau pusat rasa cemas di otak dipaksa bekerja terus menerus hingga terlalu aktif. Hal ini membuat tubuh melakukan reaksi agar selalu siap siaga menghadapi ancaman.

"Kita jadi selalu dalam kondisi FIGHT or FLIGHT atau siaga terus menerus," tulis dokter spesialis kedokteran jiwa tersebut.

Sementara itu disadur dari Britannica, gejala psikosomatik biasanya ditandai dengan stres, gangguan pernapasan, mual, migrain, dan pusing. Beberapa bahkan juga mengalami impotensi dan juga maag.

Kenali gejala psikosomatik saat pandemi coronavirus Pixabay

foto: Pixabay

Psikosomatik juga tak menular secara fisik. Sayangnya, gejala ini menular secara emosional dari berita negatif yang dibagikan dari satu orang ke lainnya. Dilansir dari laporan National Center for Biotechnology, tenaga medis dari Skotlandia, James Lorimer Halliday mengatakan bahwa gejala psikosomatik bisa terpicu dari faktor eksternal tubuh.

Dalam jurnalnya yang dipublikasikan di The Lancet pada 1943, James mengatakan bahwa gejala ini terpicu dari kejadian eksternal yang menguras emosi atau stres abnormal berkepanjangan.

Kenali gejala psikosomatik saat pandemi coronavirus Pixabay

foto: Pixabay

Nah, ada baiknya untuk mencegah gejala ini, setiap saat kamu harus mencoba untuk tetap tenang dan memakai kepala dingin saat memikirkan sesuatu. Bahkan dokter Andri juga menambahkan bahwa dalam pandemi Coronavirus ini disarankan masyarakat jangan terlalu sering mengonsumsi berita-berita negatif yang secara tidak sadar memupus optimisme diri sendiri.

"Salah satu cara kita untuk mengurangi gejala psikosomatik karena amygdala kita yang terlalu aktif ini ialah mengurangi dan membatasi berita terkait dengan #COVID19 ini. Lakukan hal lain selain browsing, lakukan hobi yg menyenangkan dan sebarkan optimisme kita bisa lewati semua ini," tulisnya lagi.

Gejala psikosomatik bisa ditangani dalam waktu yang singkat hingga menahun. Dalam kondisi parah, pasien hanya bisa disembuhkan dengan terapi obat, psikoanalisis, dan behavioral therapy (pengobatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku negatif yang dapat membahayakan pasien serta menangani pikiran dan perasaan yang dapat menyebabkan perilaku membahayakan diri sendiri).

Kalau psikosomatiknya masih ringan, pasien bisa menjalani terapi tanpa obat dengan mengatur level stres sehari-hari.

Recommended By Editor

Comments