RENUNGAN EMBUN
Kubuka jendela pagi, semiliran angin tertatih lesu
Pun hembusan kesegaran tidak menyibaki qalbu
Ilalang-ilalang yang semestinya mengais deraian malam
Membawakan setetes embun nan terlelap di pangkuannya, jua tidak bersemayam.
Sementara retina kumengintari pijakan nafas perjalanan
Mengobrak-abrik serakan kenangan
Dan jemari ini masih meremas sebuah helaian
Dimana kupernah menoreh nenoda, yang tidak bisa terkikiskan.
Merupakan sesal yang tidak berdaya
Bersimpuh, menjemput deraian kornea
Menapaki setiap guratan dedaun embun dalam renungan.
Masih adakah celah untukku meraup asa
Merangkai ribuan juta mimpi dari setiap lekukan cakrawala
Ataukah daku hanyalah insan pendosa
Nan tiada tempat lagi di kerikil kehidupan dunia.
Bandung, 05 Juli 2017.
SURAT KERINDUAN
Pernahkah dikau merasa
Ada jarak diantara kita
Membentang bak lautan samudera
Luas hingga tiada waktu bersua.
Bersama desiran ombak menyapa
Kutuliskan luahan rasa
Pun syair-syair kerinduan tercipta
Di setiap helai lembut pasir nirwana.
Dengarlah kasih,..
Disetiap cipakan gelombang
Dan seruan arus berlintang
Kutitipkan bulir-bulir kerinduan
Teruntuk kamu yang selalu menemani kehidupan.
Aku merindukanmu..
Bandung, 15 Agustus 2017.
SIKSAAN RINDU
Malam temanilah daku
bersemadi sendiri, berambigu
di sini melodi tidak karuan tercipta
pun menyelaksakan tangisan cakrawala.
Hitam pekat bersimpuh luka
tersemat senyuman dalam biasan kejora
biarlah menjadi sebuah kerinduan
yang takkan menjadi pertemuan.
Bandung, 03 Agustus 2017.
KERTAS HAMPA
Telah kucoba mengurai sebuah kata,
lewat sehelai kertas pun berpinta.
Mengharap cinta dan kasihMu, menepi dalam genggaman tintaku.
Namun
apalah daya ragaku kian bersimpuh, tidak bermakna.
Rajutan kekata yang telah tercipta, terpupus sudah, berair mata.
Kertas hampa pun meleraikan, sekelumat rasa
yang telah terjerat simponian lara,
hitam putih dalam raga.
Di sini kumencari dan terus mencari,
segumpal harapan yang tersembunyi.
Zikiran syahdu
berpermadani,
rida dan pengampunanmu; Ya Rabb.
Bandung, 20 Agustus 2017.
KIBARAN SAKA
Hentakan kaki anak perwira
Selaksa simfoni di telingaku
Di atas rangkulan lembut tangan anak bangsa
Jiwa muda terselip di balik rajut helai pusaka.
Nada-nada teralun merdu
Ribu juta penghormatan tersedu
Pun lerai tangis puan widuri
Meneteskan kerinduan; pahlawan negeri.
Bandung, 17 Agustus 2017.
KARTINI DI JIWA IBUNDA
Teguh pengkuh melingkari jiwa ibunda
keringat mengguyur, setubuhi sukma yang berjiba.
Letih telah usai, mengudara di puingan air mata
mengusir keringat di muka nan menghadiahi sejuk dalam jiwa.
Kutoleh ibunda dengan inang mengairi kelopak
sekujur tubuh terpapar lelap di hamparan setapak
nafas sendu mengintari sanubari
benamkan jiwa, meratapi usaha ibunda.
Habis gelap terbitlah terang, terjamahi
tanpa asa menjejal qalbunya
sesosok kartini masa kini
hadir; di telapak kaki ibunda.
Hantaran ucapan syukur, tersyiar
lampiaskan dukaku dalam dzikir
tuk menopang rerintik nan mengalir
berpijak di keluh kesah ibunda tercinta.
Bandung, 22 April 2017.
SAJAK MUNGIL
Kutuliskan sebuah rangkaian kekata
hitam putih kehidupan pun berasrama
merintis sajak sajak mungil yang cantik
sendiri menyepi dalam kerapuhan bilik.
Lundupan cahaya mentari kian menyinari
mengintip kesendirian puan widuri
yang senantiasa memuisi
citra netra pemberian Illahi.
Pun hati ini berkata
ketika paparan senja menghempas setiap helai rambutnya
semburatkan senyuman pada album biru dalam genggamannya
seketika itu aku mencintainya.
Bandung, 23 Agustus 2017.
Comments