Kata Peneliti: Hasil Pencarian Google tentang Gejala Penyakit Sering Salah

Tekno & Gadget

Updates / Tekno & Gadget

Kata Peneliti: Hasil Pencarian Google tentang Gejala Penyakit Sering Salah

Kata Peneliti: Hasil Pencarian Google tentang Gejala Penyakit Sering Salah

KEPONEWS.COM - Kata Peneliti: Hasil Pencarian Google tentang Gejala Penyakit Sering Salah Ilustrasi logo Google. (Pixabay) Banyak otang yang melakukan pencarian gejala penyakit tertentu memakai Google. Namun akuratkah hasil pencarian Google pada gejala penyakit ini? Mencari gejala penyaki...

Ilustrasi logo Google. (Pixabay)

Banyak otang yang melakukan pencarian gejala penyakit tertentu memakai Google. Namun akuratkah hasil pencarian Google pada gejala penyakit ini?

Mencari gejala penyakit secara online merupakan salah satu cara termudah dan tercepat untuk menemukan berita. Namun menurut penelitian terbaru, melakukan diagnosis mandiri melalui internet cendering lebih sering salah.

Sebuah penelitian yang menganalisis keakuratan situs web dan software pengecekan gejala online mengungkapkan bahwa kualitas saran diagnostik situs dan software itu sangat bervariasi, dan rata-rata itu hanya bisa mendiagnosis dengan benar sekitar sepertiga atau 36 persen.

"Meskipun mungkin tergoda untuk memakai alat-alat ini untuk mencari tahu apa yang mungkin menyebabkan gejala sakit, sebagian besar tidak sanggup menerima amanah. Kenyataannya ialah situs web dan software ini harus dilihat dengan hati-hati karena ini tidak melihat keseluruhannya," ucap Michella Hill, penulis utama penelitian dan mahasiswa magister dari Edith Cowan University (ECU) di Australia.

Untuk menyelidiki pemeriksa gejala online yang menyediakan diagnosis medis, Hill dan rekan ilmuwan mengidentifikasi 36 pemeriksa gejala paling populer dan gratis yang tersedia melalui situs web atau melalui software.

Para ahli mengujinya terhadap 48 deskripsi kondisi medis. Beberapa gejala pasien diambil dari penelitian sebelumnya dan materi pelatihan kesehatan profesional, sementara sisanya ialah kondisi medis berbasis gejala baru dari sejumlah penyakit khsusus di Australia.

Hasilnya, pemeriksa gejala online itu memberikan hasil yang beragam. Pada 27 layanan yang menghasilkan berita diagnostik berdasarkan gejala yang diberikan, pemeriksa online mencatat diagnosis yang benar pertama kali hanya sebesar 36 persen dari tes.

Ilustrasi Google Search. [Shutterstock]Ilustrasi Google Search. [Shutterstock]

Menariknya, dalam penelitian sebelumnya yang diterbitkan lima tahun lalu oleh tim ilmuwan di Universitas Harvard menemukan angka yang hampir sama persis dalam pengujian mereka, di mana 23 pemeriksa gejala menyarankan diagnosis yang benar pertama hanya dalam 34 persen kasus.

Kesamaan itu mungkin ada hubungannya dengan fakta bahwa kedua penelitian membuatkan beberapa sketsa kondisi medis yang sama.

Tetapi mengingat penelitian baru ini juga memasukkan kondisi medis yang baru, ini menunjukkan sesuatu yang lain. Secara keseluruhan, dalam setengah dekade terakhir, pemeriksa gejala online belum benar-benar bisa diandalkan.

Namun bukan berarti alat-alat itu sama sekali tidak berguna. Dalam penelitian baru ini, tim Hill menemukan pemeriksa gejala terdaftar diagnosis yang benar dengan hasil 58 persen. Meski begitu, masih banyak penyempurnaan yang harus dilakukan.

Menurut para ilmuwan, pemeriksa gejala online yang memakai algoritma kecerdasan buatan dan mendasarkan saran mereka pada penyebaran berita lebih dapat dipercaya daripada yang lain.

Sayangnya, tidak semua pemeriksa gejala mempunyai back-end yang canggih. Di sisi lain, layanan tersebut menunjukkan keterbatasan dalam mendiagnosis.

"Masing-masing dari layanan ini memperingatkan bahwa mereka bukan pengganti untuk berkonsultasi dengan dokter," tulis para penulis, seperti dikutip dari Science Alert, Senin (25/5/2020).

Terlepas dari kekurangannya, para ilmuwan mengatakan pemeriksa gejala online bisa bermanfaat jikalau pengguna menggunakannya sebagai sumber daya pendidikan.

Apapun hasil diagnosis yang ditampilkan, orang yang sakit tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri dan harus tetap memeriksakan diri ke dokter. Penelitian ini telah dierbitkan dalam The Medical Journal of Australia.

Itulah kata para peneliti terkait akurasi hasil pencarian Google pada gejala penyakit tertentu. (Lintang Siltya Utami).

Comments