KALEIDOSKOP 2016: Carut Marut Pelayanan Obat di Era JKN

Lifestyle & Fashion

Life & Style / Lifestyle & Fashion

KALEIDOSKOP 2016: Carut Marut Pelayanan Obat di Era JKN

KALEIDOSKOP 2016: Carut Marut Pelayanan Obat di Era JKN

KEPONEWS.COM - KALEIDOSKOP 2016: Carut Marut Pelayanan Obat di Era JKN JAMINAN Kesehatan Nasional (JKN) digagas pemerintah sebagai perlindungan finansial untuk meminimalisasi biaya yang dikeluarkan masyarakat oleh pasien yang berobat.Meski demikian, dalam pelaksanaan JKN...

JAMINAN Kesehatan Nasional (JKN) digagas pemerintah sebagai perlindungan finansial untuk meminimalisasi biaya yang dikeluarkan masyarakat oleh pasien yang berobat.

Meski demikian, dalam pelaksanaan JKN sejak 2014 ditemui banyak keluhan dari peserta JKN yang ternyata harus membayar obat-obatan dengan berbagai alasan. Timbulnya permasalahan obat, bisa dirunut dari mekanisme pengadaan obat dan berbagai kebijakan pemerintah terkait obat JKN.

"Masalah pembiayaan obat dalam garis besar masih jadi aspek keluhan dari peserta JKN," kata Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, guru besar bidang ekonomi kesehatan FKM UI dalam diskusi bertajuk 'Wajah Pelayanan Obat JKN' di Jakarta, Kamis (22/12/2016).

Permasalahan obat yang masih ditemui itu meliputi kebijakan obat, pengadaan obat, keterbatasan anggaran fasilitas kesehatan, pemilihan obat termurah dan pasien harus membeli obat di luar fornas atau e-catalogue yang tercakup dalam sistem JKN dengan biaya sendiri.

Tentu, semua hal itu memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang mengakibatkan tingginya keluhan pasien akan sistem JKN yang tidak terselesaikan dalam waktu dekat.

"Masalah ini muncul karena kompleksnya jalur distribusi obat sampai ke pasien yang jenjangnya cukup panjang. Hal itu bukan saja urusan Rumah Sakit atau instansi kesehatan masyarakat saja, tapi ada hubungannya dengan tender e-catalogue Kemenkes RI, supplier obat, apoteker, dokter hingga pasien yang belum matching," jelasnya.

Hasbullah menjelaskan, misalnya dalam permasalahan e-procurement dan e-catalogue (situs ketersediaan obat cakupan JKN) yang masih ada perbedaan mekanisme atau sistem pengadaan obat antara faskes swasta dan pemerintah. Kemudian perbedaan faham tentang kebutuhan medis, serta persaingan sehat industri farmasi.

Sehingga mengakibatkan terjadi kesenjangan besar antara Rencana Kebutuhan Obat (RKO), realisasi transaksi obat dan karakteristik farmasi yang mengikuti tender obat JKN serta kekosongan obat tertentu yang benar-benar dibutuhkan pasien.

"Tahun ini banyak obat tidak tersedia karena ya itu, rentetannya panjang. Yang saya amati faktor utamanya ada kegagalan tender di awal tahun, itu jadi pemicu besar," tegasnya.

Seperti diketahui, tender pengadaan obat ini bukanlah produsen obat yang bekerja sama dengan JKN. Melainkan sistem kesepakatan harga jual obat dalam jangka satu tahun ke depan.

Lalu, karena ada ketidaksesuaian antara RKO obat yang dibutuhkan dan kenyataan obat yang diperlukan pasien. Masalah kekosongan obat dan keterlambatan ketersediaan obat masih sering terjadi.

Untuk mengatasi persoalan ini, Hasbullah menyebut bahwa tahun depan perlu adanya koordinasi yang sinkron antara pihak instansi kesehatan masyarakat dengan Dinas Kesehatan agar semua pihak terkait memasukkan data RKO atau prediksi obat yang dibutuhkan.

"Sangat diharapkan tahun 2017 sudah bisa diperbaiki permasalahan ini. Paling tidak ada penurunan keluhan seputar obat, karena prosesnya yang kompleks," tukasnya.

Kemudian para dokter dan tenaga medis lain yang sebagai ujung tombak dari permasalahan ini dihimbau untuk mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Meski ada beberapa obat yang tidak tersedia di e-catalogue, paling tidak manfaatkan obat cakupan JKN yang setidaknya punya efektivitas yang sama.

"17 persen ada kemungkinan obat tidak tersedia di e-catalogue karena memang masih belum sempurna dan pasien harus membeli di luar. Tapi, lebih baik dikasih obat dengan manfaat yang sama dengan harga yang bisa dijangkau," pungkasnya.

KALEIDOSKOP 2016: Carut Marut Pelayanan Obat di Era JKN

Comments