Isu Sampah Plastik Kian Memprihatinkan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Kesehatan

Life & Style / Kesehatan

Isu Sampah Plastik Kian Memprihatinkan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Isu Sampah Plastik Kian Memprihatinkan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

KEPONEWS.COM - Isu Sampah Plastik Kian Memprihatinkan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah Isu sampah hingga saat ini masih menjadi perhatian utama pemerintah dunia. Terlebih setelah ditemukannya bangkai ikan paus bungkuk yang dipenuhi sampah plastik di Filipina dan Wakatobi, Indonesia. Bay...

Isu sampah hingga saat ini masih menjadi perhatian utama pemerintah dunia. Terlebih setelah ditemukannya bangkai ikan paus bungkuk yang dipenuhi sampah plastik di Filipina dan Wakatobi, Indonesia.

Bayangkan saja, betapa mirisnya para tim evakuasi ketika membedah isi perut hewan mamalia tersebut. Mereka menemukan lebih dari 40 kg sampah plastik yang telah lama bersemayam di dalam tubuhnya.

Tak ayal jikalau kini mulai banyak bermunculan kampanye-kampanye anti plastik yang digalakkan oleh sejumlah organisasi nonprofit. Kampanye ini bahkan berhasil menarik perhatian sejumlah perusahaan makanan untuk mengurangi penggunaan plastik sebagai kemasan produk mereka.

Bukan tanpa alasan, jikalau ditilik lebih jauh, 50-60% sampah yang ada di bumi ini dihasilkan dari sampah makanan. Ironisnya, di saat sepertiga populasi dunia dilanda bencana kelaparan, justru sepertiga makanan yang disajikan di rumah atau restoran setiap hari terbuang sia-sia.

: Jadi Tempat Romantis di Dunia, 6 Artis Dunia Ini Lamar Kekasih di Bali

Data tersebut belum termasuk jumlah sampah plastik yang berada di lautan. Namun bila bercermin dari masalah ini, isu sampah tidak dapat dipungkiri lagi membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dunia.

Selain menimbulkan polusi udara, sampah juga menjadi penyumbang gas metan atau gas rumah kaca terbesar yang menyebabkan pemanasan global. Menurut pengakuan, Aretha Aprilia, selaku Waste Management and Energy Specialist, pemerintah Indonesia sebetulnya sudah cukup berkomitmen untuk menangani isu sampah, namun sayangnya belum menemukan solusi yang tepat.

Kita masih memakai konsep land filling. Padahal kalau sampah diletakkan begitu saja bisa menghasilkan gas metan, tegas Aretha Aprilia, saat ditemui Okezone di bilangan Jakarta Pusat, Rabu, 20 Maret 2019.

Hal ini menjadi sangat memprihatinkan, mengingat jumlah sampah di Indonesia sendiri mengalami peningkatan secara drastis setiap tahunnya. Data yang dibeberkan Aretha menyebutkan, Jakarta setidaknya memproduksi lebih dari 6.000 - 7.500 ton sampah setiap hari.

: Viral Gadis Seksi Penjual Durian, Jadi Mau Ngeborong?

Ini sangat mengejutkan karena waktu saya melakukan penelitian pada 2013 lalu, jumlahnya masih sekitar 5.000 ton sehari. Peningkatannya sangat cepat, sementara kita kesulitan mendapatkan lahan TPA, ungkap Aretha.

Melihat kondisi dan tata ruang Jakarta yang begitu padat, hal tersebut merepotkan pemerintah untuk menemukan lokasi TPA yang tepat tanpa memicu masalah-masalah sosial.

Pemerintah jadi dilema, karena masyarakat tidak mau lahan di dekat perumahan mereka dijadikan lokasi TPA. Kalau tidak dilakukan secara bijak, tentu akan menimbulkan masalah-masalah sosial, kata wanita yang mendapat gelar doktor dalam bidang ilmu lingkungan dan energi dari Kyoto University.

Sebagai langkah nyata untuk mengurangi polusi sampah, khususnya sampah plastik, Aretha mengatakan, sudah seharusnya pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan khusus guna menanggulangi isu tersebut.

Contoh paling sederhana bisa dimulai dengan melarang penggunaan bahan-bahan non-organik seperti plastik dan styrofoam pada kemasan makanan. Apalagi industri masakan Tanah Air sedang menunjukkan geliatnya. Ada banyak sekali pengusaha-pengusaha masakan kekinian yang memakai styrofoam sebagai kemasan produk mereka.

Saya sudah kunjungi lebih dari 10 TPA di Indonesia, dan masih menemukan sampah plastik dan styrofoam. Memang membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar menyelesaikan isu sampah ini. Tapi kebijakan pelarangan itu sudah harus digodok dari sekarang, tutut Arathea.

Kendala yang kita hadapi saat ini ialah bagaimana mendapatkan subtitusi atau pengganti plastik dengan harga yang terjangkau. Saat ini kita masih sangat dependen dengan kedua benda tersebut. Cara paling mudah ya dimulai dari diri sendiri. Bawalah tumbler ketika mau ngopi di coffee shop, tutupnya.

(tam)

Comments