Komunitas muslim The Muslim Student Association di universitas tersebut menggelar acara hijab seminggu sekali, setiap Rabu. Acara yang dinamakan 'Hijab Challenge' itu digelar untuk semua mahasiswi non-muslim yang ingin mencoba berhijab dan merasakan pengalaman sebagai wanita muslim selama satu hari.
Tujuannya untuk mendidik masyarakat serta para mahasiswa tentang mengapa para wanita muslim menggunakan jilbab. Telah dilakukan selama tiga bulan sejak awal Oktober lalu, acara ini semakin ramai dikunjungi oleh mahasiswi yang penasaran bagaimana menjadi seorang wanita muslim.
Acara hijab ini tak hanya menawarkan menggunakan scarf tapi juga burqa serta peci untuk laki-laki. Mereka yang berpartisipasi harus mengambil foto dan mengunggahnya ke media sosial masing-masing dengan hashtag #FSHijabChallenge. Setelahnya mereka diminta menceritakan pengalamannya pasca berhijab seharian.
Sebagai salah satu anggota dari Muslim Student Association, Thalia Arenas, mengatakan kalau beberapa orang berpikir bahwa wanita muslim dipaksa menggunakan jilbab. Padahal tidak demikian.
Bila di Arab Saudi hijab menjadi bagian dari kode etik berpakaian namun di Amerika, wanita berhijab karena keinginan masing-masing. Dengan banyaknya yang berpartisipasi di 'Hijab Challenge', Thalia berharap orang-orang mengerti kalau wanita muslim jangan lagi dipandang sebelah mata atau dilihat sebagai teroris.
"Ini menyedihkan, kita (yang berhijab) sulit dilihat sebagai wanita normal lainnya," ujar Thalia seperti dilansir dari Freno Bee.
Dalam acara tersebut, salah satu mahasiswi bernama Kate Hobbs mencoba berhijab pertamakali. Wanita 18 tahun itu ingin merasakan bagaimana mengenakan jilbab seharian. Ia pun memilih scarf warna hitam yang memiliki detail pada bagian belakangnya.
"Saat aku merenungkannya, ternyata aku cukup berani melakukan hal ini (berhijab)," ujar Hobbs kemudian.
Ketika mencoba memakai jilbab, Hobbs sudah merasa nyaman. Namun ia berharap beberapa orang bertanya tentang penggunaan jilbabnya.
Lain yang dirasakan oleh mahasiswi bernama Keana Jeslyn yang mengaku kalau ia memiliki tatapan kurang menyenangkan dari orang-orang sekitar. Meski demikian, ia merasa senang setiap bertemu dengan wanita berhijab lain yang langsung melempar senyum kepadanya. Beberapa pria juga lebih menghormatinya dan tidak menggodanya.
Acara hijab ini juga didukung oleh rektor kampus yakni Joseph Castro. Bahkan ia akan memberikan hadiah untuk mahasiswi yang berpartisipasi. Castro mengatakan kalau semua orang memiliki kebebasan dalam berbicara termasuk mengeluarkan ekspresi mereka.
"Sebagai universitas umum, ini tempat di mana dosen dan mahasiswa memiliki hak untuk melaksanakan kebebasan dalam berbicara. Kami menghargai keragaman. Melalui kegiatan seperti ini, mahasiswa, staf, dosen, dapat memperluas dan memperdalam ilmu mereka untuk terlibat satu sama lain," ujar Castro.
(ays/ays)
Comments