HARI ANAK NASIONAL: Selamatkan Anak Indonesia dari Cengkraman Rokok

Lifestyle & Fashion

Life & Style / Lifestyle & Fashion

HARI ANAK NASIONAL: Selamatkan Anak Indonesia dari Cengkraman Rokok

HARI ANAK NASIONAL: Selamatkan Anak Indonesia dari Cengkraman Rokok

KEPONEWS.COM - HARI ANAK NASIONAL: Selamatkan Anak Indonesia dari Cengkraman Rokok JAKARTA - Tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional setiap tahun untuk mengingat kembali hak-hak dan permasalahan yang masih dialami anak-anak di Indonesia.Salah satu permasalahan yang ma...

JAKARTA - Tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional setiap tahun untuk mengingat kembali hak-hak dan permasalahan yang masih dialami anak-anak di Indonesia.

Salah satu permasalahan yang masih dihadapi anak-anak di Indonesia ketika ini merupakan belum ada perlindungan maksimal dari bahaya rokok. Rokok masih sangat mudah diakses anak-anak, begitu pula iklan rokok yang begitu mudah dilihat mereka.

Salah satu perhatian para pegiat pengendalian tembakau di Indonesia ialah anak-anak. Mereka selalu vokal menyuarakan bahwa anak-anak berhak bebas dari asap rokok maupun pengaruh untuk merokok.

Namun, masih banyak ditemui orang tua yang merokok begitu bebas di sekitar anak-anak, bahkan tidak jarang sambil menggendong anaknya.

Begitu pula dengan iklan rokok yang masih bebas ditayangkan, meskipun dibatasi jam tayang, yang dibuat sedemikian kreatif menyasar anak-anak muda untuk merokok.

Sudah banyak pegiat pengendalian tembakau, baik dari komunitas pendidik, perempuan, bahkan anak-anak muda, yang bersuara perihal rendahnya perlindungan anak dari bahaya rokok.

Di tingkat penyusunan regulasi, pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan dan penghapusan pasal larangan iklan rokok pada Rancangan Undang-Undang Penyiaran oleh Badan Legislasi DPR dianggap sebagai ancaman bagi upaya perlindungan anak dari bahaya rokok.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu mengatakan siapa pun yang mencintai dan melindungi anak pasti menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan.

"Setiap orang tua pasti ingin anaknya lebih baik dari mereka. Hal itu tidak akan tercapai kalau anak terus terpapar rokok," katanya.

Pernyataan rokok dan kretek ialah warisan budaya dan memiliki posisi yang strategis, ucapnya, sebenarnya kalimat yang berjarak dengan anak-anak karena produknya merusak.

Henny mengatakan warisan itu haruslah sesuatu yang dibutuhkan dan budaya merupakan suatu hal yang membawa nilai-nilai positif.

"Kita memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak untuk Indonesia yang lebih baik. RUU Pertembakauan memiliki logika yang terbalik karena justru akan merusak anak cucu kita," tuturnya.

Salah satu permasalahan yang terjadi ketika ini merupakan rokok dikemas dan dipromosikan sedemikian rupa sebagai barang yang normal. Karena itu, Henny menilai perlu ada upaya untuk mendenormalisasi rokok.

"Kepada mereka yang terlibat dalam pembahasan RUU Pertembakauan, saya ingin mengatakan, 'Cintai anak cucumu, buktikan dengan melindungi mereka dari rokok'," katanya.

Sementara itu, Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan bahaya rokok masih menjadi ancaman bagi anak-anak Indonesia karena mereka merupakan pasar sasaran industri rokok untuk menjadi perokok-perokok baru.

"Iklan rokok yang marak di media-media banyak menampilkan gaya hidup remaja. Industri rokok sengaja membidik anak muda sebagai pasar," katanya.

Lisda mengatakan ancaman rokok harus dianggap sebagai bahaya laten karena dampak yang dirasakan akan muncul dalam waktu lama, semenjak seseorang merokok hingga ketagihan dan akhirnya menderita sakit.

Bahaya rokok akan lebih berdampak pada anak-anak karena semakin muda seseorang mulai merokok, maka dia akan semakin mudah untuk ketagihan dan sulit untuk berhenti merokok.

"Anak-anak kita yang ketika ini sudah mulai merokok semenjak usia 10 tahun akan menjadi generasi yang sakit-sakitan 15 tahun kemudian. Harus ada upaya nyata untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok," tuturnya.

Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 menunjukkan terdapat 20,3 persen remaja Indonesia berusia 13 hingga 15 tahun yang merokok, sedangkan data Riset Kesehatan Dasar 2014 menyatakan perokok pemula remaja usia 10 hingga 14 tahun pada 10 tahun terakhir naik dua kali lipat dari 9,5 persen pada 2001 menjadi 18 persen pada 2013.

Salah satu yang membuat anak-anak tertarik untuk mulai merokok ialah iklan dan promosi rokok.

Data GYTS 2014 menunjukkan terdapat 60,7 persen anak-anak yang melihat iklan promosi rokok di toko-toko, 62,7 persen anak yang melihat iklan rokok di media, serta 7,9 persen anak-anak yang mengaku pernah ditawari rokok oleh penjual rokok.

Kelompok Rentan Koordinator Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) Magdalena Sitorus mengatakan perempuan dan anak-anak ialah kelompok yang rentan terpapar rokok, bahkan ketika berada di rumah.

"Di ranah domestik, banyak perempuan dan anak yang terpapar asap rokok di rumah dari suami yang merokok," katanya.

Selain itu, banyak juga perempuan yang tidak bisa menolak ketika uang keluarga yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, justru digunakan oleh suaminya untuk membeli rokok.

Magdalena mengatakan pengeluaran untuk membeli rokok sangat tinggi daripada belanja untuk bahan pangan. Padahal, penambahan gizi yang baik diharapkan bahkan semenjak masih dalam kandungan sebagai investasi jangka panjang untuk generasi yang sehat.

"Pernyataan Presiden pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2017, mengingatkan bahwa masih banyak masyarakat yang melalaikan untuk memberikan gizi yang baik pada anak-anak," tuturnya.

Pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2017 beberapa waktu sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan, "Jangan sampai ada uang dipakai untuk beli rokok dan tidak dipakai untuk menambah gizi anaknya".

"Produk tembakau merupakan zat adiktif yang bersifat beracun, mutagenik dan karsinogenik serta dapat membahayakan kesehatan dan masa depan generasi muda. RUU Pertembakauan bertentangan dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Tak pernah mati mengatakan iklan rokok sengaja dibuat untuk menyasar kelompok rentan, yaitu anak-anak dan remaja untuk menjadi perokok-perokok baru.

"Iklan rokok iklan paling manipulatif dan membohongi konsumen karena yang diiklankan bertolak belakang dengan yang dijual. Sudah seharusnya iklan rokok di televisi dilarang," katanya.

Tulus mengatakan produk tembakau dan rokok yang adiktif sudah seharusnya tidak diiklankan karena bersifat adiktif. Negara-negara Eropa sudah melarang iklan rokok semenjak 1960 dan Amerika Serikat semenjak 1973.

"Bahkan negara-negara penghasil tembakau terbesar di dunia seperti China dan India pun sudah melarang iklan rokok. Di Asia Tenggara, hanya tinggal Indonesia yang masih mengizinkan iklan rokok di televisi," tuturnya.

Tulus menyebut paparan iklan rokok terhadap anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Paparan iklan rokok terhadap anak-anak dan remaja di Indonesia mencapai 89,3 persen.

Hal itu sangat kontras bila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, misalnya Brunei Darussalam (6,7 persen), Laos (1,3 persen), Malaysia (9,2 persen), dan Myanmar (8,8 persen).

"Karena itu, iklan rokok harus menjadi perhatian karena sasarannya merupakan kelompok rentan yang seharusnya tidak terpapar. Iklan rokok harus dilarang ditayangkan di media penyiaran," katanya.

HARI ANAK NASIONAL: Selamatkan Anak Indonesia dari Cengkraman Rokok

Comments