Australia Diam-diam Datangkan dan Mukimkan Terduga Pembunuh 8 Turis

Internasional

News / Internasional

Australia Diam-diam Datangkan dan Mukimkan Terduga Pembunuh 8 Turis

Australia Diam-diam Datangkan dan Mukimkan Terduga Pembunuh 8 Turis

KEPONEWS.COM - Australia Diam-diam Datangkan dan Mukimkan Terduga Pembunuh 8 Turis Dua pria asal Rwanda yang dituduh membunuh turis pada tahun 1999 telah dimukimkan di Australia sebagai bagian dari pertukaran pengungsi dengan Amerika Serikat yang telah menahan keduanya selama 15 tah...

Dua pria asal Rwanda yang dituduh membunuh turis pada tahun 1999 telah dimukimkan di Australia sebagai bagian dari pertukaran pengungsi dengan Amerika Serikat yang telah menahan keduanya selama 15 tahun.

Meski dua warga Rwanda telah ditahan di AS selama 15 tahun, namun mereka gagal didakwa. Kasus mereka dihentikan hakim yang menemukan pengakuan terdakwa dilakukan di bawah penyiksaan. Tidak diketahui apakah Australia mendapatkan kedua orang ini sebagai imbalan AS yang mendapatkan pengungsi dari Pulau Manus.

Media di AS melaporkan kedua pria yang terlibat pembunuhan delapan turis di Uganda dibawa ke Australia pada November 2018.

Disebutkan, hal ini sebagai bagian dari pertukaran pengungsi yang dinegosiasikan oleh mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan pihak Pemerintahan Presiden Barack Obama.

Kedua orang ini telah mendekam dalam tahanan imigrasi AS setelah upaya mengadili mereka gagal.

Depadagri Australia yang membawahi imigrasi menolak mengomentari laporan itu. Namun sumber ABC menyebutkan kedua terduga pembunuh itu telah dimukimkan di sana semenjak tahun lalu.

Pada 2016, PM Turnbull membuat kesepakatan pertukaran pengungsi dengan Presiden Obama.

Dalam kesepakatan itu AS setuju mendapatkan ratusan pengungsi dari pulau Manus yang tidak diperbolehkan masuk ke Australia.

Kesepakatan itu memicu kemarahan Presiden Trump yang menuding pendahulunya membuat kesepakatan yang tak sesuai dengan kepentingan negaranya.

Donald Trump and Malcolm Turnbull on the phone Kesepakatan PM Malcolm Turnbull dan Presiden Barack Obama memicu kemarahan Presiden Trump.

AP/Prime Minister"s Office

Dalam percakapan telepon setelah Trump dilantik sebagai Presiden, dia melampiaskan kekesalannya kepada PM Turnbull karena terpaksa menghormati kesepakatan itu.

"Hal ini membuat saya terlihat sangat buruk," ujar Trump kepada Turnbull saat itu.

PM Turnbull mengingatkan Presiden Trump agar mengingat dirinya sebagai pengusaha yang harus menghormati suatu perjanjian.

"Ini permasalahan besar. Saya pikir kita harus menghormati kesepakatan itu," ujar Turnbull dalam transkrip pembicaraan mereka.

"Saya memintamu sebagai seorang sahabat," tambahnya.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron memimpin upaya sejumlah negara melarang penggunaan internet untuk menyebarkan ekstrimisme dan kebencian.

AS Anggap Konten Kebencian di Internet Bagian Kebebasan Berekspresi

Garis polisi terpasang di lokasi tempat pembunuhan T (35) di Serang, Banten.

Bulan Ramadan, Suami Malah Bantai Istri di Kamar

Seorang pria dari Werribee dituduh merencakan aksi teror di Federation Square pada malam Tahun Baru dibawa ke Pengadilan Tinggi Melbourne pada 28 November, 2017.

Saudara Pelaku Serangan di Melbourne Mengaku Rencanakan Aksi Teror

Pembicaraan telepon tersebut meringankan beban politik pemerintahan Turnbull terkait sistem pemrosesan pencari suaka ke Australia di luar Australia.

Belum diketahui pasti apakah penerimaan kedua orang Rwanda itu merupakan prasyarat dari kesepakatan tersebut.

Pemberontak Hutu menculik 31 turis pada akhir tahun 1990-an dan membunuh delapan di antaranya.

Reuters/Stringer

Begitu pula, belum diketahui juga visa jenis apa yang digunakan keduanya masuk ke Australia.

Menurut Politico Magazine, kedua pria ini diciduk setelah serangan tahun 1999 dan dipenjara di Virginia.

Majalah itu melaporkan dua warga AS dan enam turis lainnya terbunuh dengan parang dan kapak saat mereka mengunjungi hutan untuk menyaksikan gorila.

Disebutkan, jaksa di AS mendakwa keduanya dengan pelanggaran terorisme dan menuntut hukuman mati.

Tapi kasus itu dibatalkan pada tahun 2006 ketika seorang hakim menemukan bahwa pengakuan terdakwa diperoleh melalui penyiksaan di Rwanda.

UU Terorisme AS mengizinkan penahanan terdakwa selama 15 tahun meskipun tidak ada tuntutan hukum.

Merelokasi keduanya memungkinkan AS untuk menghindar dari permasalahan hukum yang rumit.

Keduanya tidak dapat dikembalikan ke Rwanda karena mereka kemungkinan dianiaya, tapi juga tidak dapat diadili di AS.

Serangan tahun 1999 terjadi dalam konteks kerusuhan, lima tahun setelah genosida Rwanda yang menewaskan 800.000 orang dalam pembantaian yang berlangsung 100 hari.

Aksi kedua orang ini diduga karena ingin menyatakan kemarahan mereka atas dukungan negara-negara Barat bagi pemerintahan Tutsi di Rwanda.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

Comments