72 Tahun Merdeka, 4 Tokoh Ini Tak Dianggap Sebagai Pahlawan Sampai Sekarang

Kepo Stories

Ragam / Kepo Stories

72 Tahun Merdeka, 4 Tokoh Ini Tak Dianggap Sebagai Pahlawan Sampai Sekarang

72 Tahun Merdeka, 4 Tokoh Ini Tak Dianggap Sebagai Pahlawan Sampai Sekarang

KEPONEWS.COM - 72 Tahun Merdeka, 4 Tokoh Ini Tak Dianggap Sebagai Pahlawan Sampai Sekarang Bicara soal pahlawan, tentu kita tak asing dengan nama-nama seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, RA Kartini, Sultan Hasanudin, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pattimura, dan masih banyak lagi. Pahlawan sendir...

Bicara soal pahlawan, tentu kita tak asing dengan nama-nama seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, RA Kartini, Sultan Hasanudin, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pattimura, dan masih banyak lagi. Pahlawan sendiri kalau merujuk pada KBBI mengandung pengertian orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Namun jikalau merujuk pada peraturan perundang-undangan negeri ini, pahlawan memiliki pengertian yang sedikit berbeda.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2009 Perihal Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan ( UU No. 20/2009 ), pahlawan nasional ialah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Bila mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas, maka tidak mengherankan jikalau ada sejumlah tokoh yang juga ikut berjuang di zaman kemerdekaan, sampai detik ini tak pernah diakui sebagai pahlawan. Siapa saja mereka? yuk simak!

1). Johannes Latuharhary

j-latuharhary-saat-meninggal-tak-bisa-bayar-rumah-sakit-teladan-kesederhanaan-2

Kalau kita melihat foto bersejarah bangsa ini ketika Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 terdapat sosok Moh Hatta yang berdiri di samping kiri Bung Karno serta Laksamana Maeda di samping kanan. Selain kedua tokoh ini, ada juga sosok berjas cokelat yang juga berdiri di samping kanan belakang Bung Karno namun tidak masuk dalam frame foto bersejarah tersebut, sosok itu bernama Johannes Latuharhary.

Johannes Latuharhary merupakan Gubernur pertama untuk wilayah Maluku dan Irian Barat periode 1945-1955. Ia masuk dalam salah satu Gubernur pertama ketika negara ini masih berusia muda. Tugas Johannes ketika negeri ini masih berusia muda sangat berat, ia diminta Bung Karno bisa menjadikan semua wilayah di bagian Timur yang diduduki Belanda menjadi satu bingkai NKRI.

Sayang usaha Johannes Latuharhary sepertinya tidak membuatnya lantas mendapat gelar Pahlawan. Henriette Latuharhary cucu kedua Johannes Latuharhary memang mengakui bahwa pihak keluarga memang tidak pernah mengajukan permintaan secara resmi untuk gelar tersebut. Mirisnya jelang akhir hayatnya, Johannes Latuharhary sempat kesulitan untuk membayar tunggakan rumah sakit. Bahkan ketika koma, ia dipindahkan ke barak rakyat.

2). Abdul Kahar Muzakir

prof-kh-abdul-kahar-mudzakkir-_120709152847-385Kemerdekaan Indonesia, 72 tahun lalu tidak akan pernah terjadi andai tokoh-tokoh seperti Abdul Kahar Muzakir tidak pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Padahal usaha dan pengorbanan Abdul Kahar sama kadarnya dengan tokoh-tokoh lain yang sudah diakui sebagai pahlawan nasional seperti Muh Yamin, ataupun Dr Soepomo.

Dikutip dari pikiran-rakyat.com, sejumlah tokoh nasional cukup kaget mengapa mantan Rektor UII ini tak pernah diakui oleh negara sebagai pahlawan nasional. Beliau andil besar dan bekerja keras serta banyak penyumbang pemikirannya dalam Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan (BOEMOEPK), yang kemudian diubah menjadi BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan). Beliau di BPUPK mewakili golongan santri. kata Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Ahmad Syafi i Ma arif.

Bahkan sebelum menjadi anggota BPUPK, Kahar ikut andil mendirikan Perhimpunan Indonesia Raya di Belanda pada 1933, ia juga terpilih sebagai ketua yang pertama. Tak berhenti disitu, ia juga sempat mendirikan kantor gosip bernama Indonesia Raya untuk membantu usaha kemerdekaan Indonesia di Belanda.

3). Ibnu Hajar17081716220af03eac769638befaba815ad80093abx670x335x55

Nama Ibnu Hajar ialah tokoh Indonesia selanjutnya yang sampai detik ini tak pernah diakui negara sebagai seorang pahlawan. Pria asal Kalimanta Selatan ini malah diakui masyarakat sekitar sebagai pahlawan kemerdekaan. Ibnu Hajar dinilai banyak bergerak di medan pertempuran maupun diplomasi politik.

Sayang Ibnu Hajar memiliki sedikit coreng. Ia ditengarai menjadi salah satu tokoh di balik pemberontakan pada Bung Karno pada 17 Mei 1950. Padahal menurut sejumlah sejahrawan, apa yang dilakukan Ibnu Hajar hanya bentuk rasa frustasi dan tertindas oleh para politikus Jakarta ketika itu.

Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin Yusliani Noor, menuturkan dua faktor yang menyebabkan Ibnu Hajar memberontak kepada negara. Satu, cara menangani demobilisasi bekas pejuang gerilya di Kalimantan, dan kedua perlakuan pemerintah dan tentara republik terhadap rakyat pedesaan di daerah ini.

Awalnya, kira-kira 16.000 gerilyawan masuk tentara, setelah ujian kesehatan dan pendidikan, Maret 1950 tersisa 6000 saja lagi. Alasannya adalah keluarnya karena tunjangan hanya Rp 3 sehari, kata Noor.

4). Raja Ali HajiRaja_Ali_Haji

Bagi masyarakat Riau mungkin tidak terlalu asing dengan nama Raja Ali Haji. Ia merupakan sastrawan Melaju pada abad ke-18. Menurut banyak orang Riau, Raja Ali Haji tidak hanya semata seorang sastrawan namun juga tokoh pemersatu. Berkat perjuangannyalah, bahaya Melayu telah diakui sebagai bahasa Indonesia.

Sementara itu Kepala Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) Provinsi Riau Tengku Fadil Jaafar mengatakan Raja Ali Haji seorang sastrawan yang berjasa besar meletakkan dasar-dasar bahasa Indonesia dan memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai pahlawan nasional.

Di Riau pujangga besar Raja Ali Haji dengan karyanya Gurindam 12, dengan kualifikasi dan karya seperti itulah pemerintah Kota Tanjungpinang mengusulkannya jadi Pahlawan Nasional, kata Fadil.

Raja Ali Haji lahir di Pulau Penyengat, pusat Kerajaan Riau Lingga, Johor dan Pahang pada 1808 serta anak dari pasangan Raja Ahmad bin Raja Haji Fisabilillah dan Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor. Ia merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dan ayahnya Raja Ahmad merupakan tokoh penting dalam kerajaan Riau Lingga.

Comments